Breaking News

10 PRINSIP MENGGAPAI ISTIQOMAH

 KAIDAH 1




ISTIQOMAH ITU ADALAH ANUGERAH ILAHIYAH DAN KARUNIA RABBÂNIYAH

    hidayah itu mutlak berada ditangan Allâh, Ia mengaruniakannya kepada siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang Ia kehendaki. Karena itulah, kaidah istiqomah yang pertama dan termasuk pondasinya adalah menghadap kepada Allâh secara tulus di dalam meraih keistiqomahan.

    Karena istiqomah ini berada di tangan-Nya dan Dia-lah Allâh yang Maha Memberi Petunjuk ke jalan-Nya yang lurus. Bukankah diantara doa yang paling sering diucapkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم adalah:

“Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguh-kan lah hatiku di atas agama-Mu.”


KAIDAH 2

MENETAPI MANHAJ DAN JALAN YANG LURUS

    Untuk mengetahui hakikat istiqomah, kita bisa mengambil arahan dengan cara meneliti nukilan-nukilan yang penuh berkah dari para sahabat dan tabi’in di dalam menjelaskan makna istiqomah dan menerangkan hakikatnya. 

    Manusia terjujur umat ini, Abu Bakr Radhiyallâhu ‘anhu berkata di dalam menafsirkan firman Allâh :

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allâh kemudian mereka beristiqomah...”(QS al-Ahqâf : 13)

Ucapan-ucapan ini juga dipaparkan oleh Ibnu Rajab Rahimahullâhu di dalam Jâmi al-‘Ulûm wal Hikam12, kemudian beliau mendefinisikan kata al-Istiqômah sebagai berikut :

“Istiqomah itu adalah meniti shirâth mustaqîm, yaitu agama yang lurus yang tidak bengkok ke kanan atau ke kiri, yang mencakup semua amalan ketaatan yang zhahir maupun yang batin, serta meninggalkan semua larangan. Sehingga Istiqomah itu tidak lain dan tidak bukan adalah wasiat yang komprehensif, mencakup seluruh bagian agama.”


KAIDAH 3

POKOK KEISTIQOMAHAN ADALAH ISTIQOMAHNYA HATI

Imam Ahmad Rahimahullâhu meriwayatkan hadits Anas bin Mâlik Radhiyallâhu ‘anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda :

“Iman seorang hamba takkan pernah istiqomah sampai hatinya juga istiqomah.”

   

     Jadi, pokok keistiqomahan itu adalah istiqomahnya hati. Karena apabila hati itu baik, maka akan turut tegak (istiqomah) badannya.

    Maka, setiap kali hati itu istiqomah di atas ma’rifah (pengetahuan) terhadap Allâh, takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, mencintai-Nya, menginginkan-Nya, mengharapkan-Nya, ber- doa kepada-Nya, bertawakkal pada-Nya dan ber- paling dari selain-Nya, maka akan istiqomah pula seluruh anggota tubuhnya di atas ketaatan kepada Allâh.

    Karena sesungguhnya, hati itu adalah raja bagi anggota tubuh dan anggota tubuh adalah bala tentaranya. Apabila seorang raja istiqomah, maka akan istiqomah pula bala tentara dan rakyatnya.


KAIDAH 4

ISTIQOMAH YANG DITUNTUT DARI SEORANG HAMBA ADALAH AS-SADÂD (BERSIKAP LURUS), JIKA IA TIDAK MAMPU MAKA IA MUQÔROBAH (BERUSAHA MENDEKATINYA)

Nabi صلى الله عليه وسلم menghimpun dua kata ini -yaitu as-Sadâd dan al-Muqôrobah- dalam sabdanya :

“Sesungguhnya agama ini mudah dan tiada seorang pun yang bersikap keras di dalam agama melainkan ia akan terkalahkan. Karena itu bersikap luruslah, dekati dan berilah kabar gembira.” 

    Yang dituntut dari keistiqomahan itu adalah as-Sadâd, dan yang dimaksud dengan as-Sadâd itu adalah menepati (sesuai dengan) sunnah.

Maka dari itu seorang hamba dituntut agar ber-sungguh-sungguh di dalam mencocoki as-Sadâd, mencocoki petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم ,manhaj dan jalan beliau. Hendaknya ia berusaha dengan sungguh-sungguh mencocoki kesemua hal ini. Apabila ia belum sanggup maka hendaknya ia melakukan muqôrobah (mendekati sunnah).


KAIDAH 5

ISTIQOMAH ITU MELIBATKAN UCAPAN, PERBUATAN DAN NIAT

Istiqomah yang dituntut dari seorang hamba adalah istiqomah di dalam ucapan, perbuatan dan niat. Dengan kata lain, bahwa segala ucapan hamba beserta amalan anggota tubuhnya beserta hatinya, hendaknya kesemua ini berada di atas keistiqomahan.

    Ibnul Qoyyim Rahimahullâhu berkata di dalam buku beliau, Madârijus Sâlikîn (II/105) :

“Keistiqomahan itu melibatkan seluruh ucapan, perbuatan, keadaan dan niat.”


Jika hati istiqomah, maka anggota tubuh lainnya pun akan istiqomah, demikian pula jika lisan istiqomah maka anggota tubuh lainnya juga akan istiqomah. Lisan itu adalah penerjemah hati dan khalifah bagi fisik secara zhahir.

Apabila hati mengembankan perintah kepada lisan, maka lisan akan mengerjakannya karena lisan itu mengikuti hati, sedangkan anggota badan mengikuti keduanya -hati dan lisan-. Maka dari itu, wajib bagi setiap muslim untuk memperhatikan kondisi hatinya. Hendaknya ia selalu berdoa meminta kepada Allâh جل جلاله untuk memperbaiki hatinya dan menghilangkan segala penyakit di dalam hatinya. Lalu hendaknya ia beramal untuk kebaikan lisannya dengan cara mengucapkan perkataan- perkataan yang baik dan memperbaiki anggota tubuhnya dengan melakukan amalan shalih.


KAIDAH 6

ISTIQOMAH TAKKAN TERWUJUD KECUALI LILLÂHI (KARENA ALLÂH) DAN BILLÂHI (DENGAN PERTOLONGAN ALLÂH) SERTA ‘ALÂ AMRILLÂHI (DI ATAS PERINTAH ALLÂH)


    Lillâhi (karena Allâh) yaitu dengan ikhlas. Maksudnya hendaknya seorang hamba itu berlaku istiqomah dan menetapi jalan Allâh yang lurus (Shirâth Mustaqîm) dengan mengikhlaskan semuanya ini karena Allâh جل جلاله ,mengharapkan pahala dan keridhaan-Nya. Allah جل جلاله berfirman :

“Dan tidaklah kami diperintahkan melainkan untuk menyembah Allâh dengan cara mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya.” (QS al-Bayyinah : 5).


KAIDAH 7

WAJIB BAGI SEORANG HAMBA SEBESAR APAPUN ISTIQOMAHNYA AGAR TIDAK BERSANDAR KEPADA AMALANNYA

    Wajib kiranya bagi seorang hamba agar ia tidak bersandar kepada amalannya meski sebaik dan selurus apapun istiqomahnya. Ia tidak boleh tertipu dengan ibadahnya, tertipu dengan banyaknya berdzikir kepada Allâh atau amalan-amalan ketaatan lainnya.

    Nabi صلى الله عليه وسلم mengabarkan di dalam hadits Tsaubân, yaitu: “Istiqomahlah dan janganlah memperhitungkan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik amalan kalian adalah sholat.” Bahwa mereka ini sejatinya tidaklah sanggup (melakukan istiqomah), karena itulah mereka berpindah ke muqôrobah yaitu mendekati istiqomah sebatas kemampuannya. Layaknya orang yang melempar ke suatu target yang apabila tidak bisa mengenainya maka setidaknya mendekati (target).

    Meski demikian Nabi صلى الله عليه وسلم tetap mengabarkan kepada mereka bahwa istiqomah dan muqôrobah itu sejatinya tidak dapat menyelamatkannya di hari kiamat.

    Karena itu janganlah ada seseorang yang bersandar kepada amalannya semata dan merasa bangga dengannya. Jangan pula ia memandang bahwa keberhasilannya adalah lantaran amalannya ini saja. Namun keberhasilannya adalah lantaran rahmat dari Allâh, maaf dan karunia-Nya. 


KAIDAH 8

ISTIQOMAH DI DUNIA MEMBUAHKAN KEISTIQOMAHAN KETIKA MENITI DI ATAS SHIRÂTH DI HARI KIAMAT

    Barangsiapa di dunia memperoleh hidayah untuk berjalan di atas jalan yang lurus (shirâth  mustaqîm) maka ia akan mendapatkan hidayah kelak di negeri akhirat saat menapaki titian shirâth mustaqîm yang dibentangkan di atas neraka Jahannam. Maka di hari kiamat nanti, akan dibentangkan sebuah titian di atas neraka jahannam yang lebih tajam dari sebilah pedang dan lebih tipis dari sehelai rambut.

Demikian pula semakin ia berusaha menapaki jalan lurus di dunia, maka seperti itu pula ketika ia meniti di atas titian (shirâth). Diantara mereka ini ada yang melewatinya secepat kilat, ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat angin, ada yang seperti menaiki kendaraan, ada yang berlari-lari, berjalan bahkan juga merangkak. 

Diantara mereka ada yang tertatih-tatih namun berhasil sampai, dan adapula yang terjungkal masuk ke dalam neraka.


KAIDAH 9

PENGHALANG KEISTIQOMAHAN ADALAH SYUBHAT YANG MENYESATKAN DAN SYAHWAT YANG MEMBINASAKAN

Syubuhât dan Syahawât itu adalah pemutus dan penghalang yang dapat memalingkan seseorang dari istiqomah. Orang yang berjalan menapaki jalan yang lurus, pasti di dalam perjalanannya akan menemui syubuhât dan syahawât yang berulang-ulang muncul yang dapat memalingkan dan membelokkan dirinya dari jalan Allâh yang lurus.

Setan yang menyeru dan mengajak agar meyimpang dari jalan Allâh yang lurus, maka seruan dan ajakan-nya yang menyimpang ini dilakukan dengan syubhat atau syahwat. Jika setan melihat seseorang itu suka meremehkan (agama) maka ia tipu dengan cara menyukai syahwat.


KAIDAH 10

MENYERUPAI ORANG KAFIR MERUPAKAN FAKTOR TERBESAR BERPALING DARI ISTIQOMAH

Menyerupai orang kafir itu, kerusakannya kembali kepada dua hal : (1) kerusakan ilmu dan (2) kerusakan amal. Perhatikanlah makna firman Allâh جل جلاله berikut ini :

“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang yang Engkau beri karunia, bukan jalannya orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang yang tersesat.”







Tidak ada komentar